Kamis, 01 Mei 2014



UMUMNYA remaja saat ini lebih senang mendengar kata Ibermaite dari pada kata 'belajar', kata 'se-kolah', atau kata 'kuliah'. Hanya sedikit yang rela mengorbankan waktu bermain dan memilih belajar. Bahkan tidak jarang, kita temukan lebih memilih bolos sekolah atau kuliah sekadar untuk melakukan kegiatan bermain atau hura-hura. Paling tidak, belajar di ruang kelas bagi pelajar atau di ruang kuliah bagi mahasiswa dirasakan sebagai kegiatan yang berat dan melelahkan. Dinilainya sebagai beban. Artinya, pelajar atau mahasiswa semacam ini lebih termotivasi berkegialan selain belajar di ruang kelas. Mengapa?

Menurut hemat saya, hal ini disebabkan karena selama ini ruang kelas seakan menjadi ruang yang penuh momok, mcnyeramkan, bahkan cenderung menjadi ruang belenggu. Ini berlangsung bahkan sejak mahasiswa masih duduk di bangku sekolah dasar dan lanjutan. Akibatnya, selama berlangsung perkuliahan, mahasiswa merasakan berada di ruang intimidasi dengan berbagai aturan yang membatasi. intinya, di ruang itu, hanya satu orang yang 'berhak' mengatur. bahkan hanya satu orang yang 'berhak' atas klaim kebenaran. Singkat kata, di ruang itu scakan hanya scorang yang merdeka, yakni dosen. Tiba-tiba saya teringat pada seorang tokoh pendidikan nasional, Ki Hajar Dewantoro yang pernah mcnyatakan bahwa idcalnya pendidikan itu merupakan sebuah proses yang memerdekakan. Bebas dari belenggu. Jika pendidikan kita maknai scbagai integrasi tiga hat, yakni; transfer of knowledge, transfer of skills, and transfer of values, maka proses belajar mengajar sejatinya bcrlangsung sccara harmoni dan menyenangkan. Warga belajar ha-ruslah dipandang sebagai individu yang merdeka dcngan segenap potensi kemanusiaannya. °Leh karenanya mcreka Icbih tcpat di-pandang sebagai partisipan bclajar, yang perlu diberi ruang dan suasana kondusif untuk mcngembangkan potensi dirinya. Mahasiswa perlu terbebas dari belenggu dan rasa ccmas dan intimidasi di ruang kelas supaya bisa mengembangkan segenap potensinya. Untuk
itu perlu difasilitasi. Maka dosen bukanlah makhluk satu-satunya yang paling bcnar di kelas.

Dosen adalah fasilitator yang bertang-gungjawab mcnycdiakan suasana harmoni yang mcnyenangkan di ruang kelas. Scbagai fasilitator, seorang dosen perlu memahami dinamika psikologis kelas. Dinamika psikologis mcncntukan mctodc dan pcndekatan pembelajaran yang digunakan. Jika kondisi Was tampak kurang bcrgairah, maka perlu dilakukan koreksi terhadap metode, pendeka-tan, atau mungkin pcnggunaan alat peraga pembelajaran. Karena bila kelas kurang bergairah, bisa jadi motivasi kclas sedang menurun. Butuh upaya untuk membangkitkan kembali motivasi kclas.
Sumbcr motivasi, maka ada dua, yakni; Pertama; faktor internal. Artinya, lemahnya motivasi bela¬jar disebabkan karena faktor yang bersumber dari dalam din i seseo-rang. Salah satu sumbernya adalah

kesadaran akan kemanfaatan. Seseorang bisa termotivasi apabila ada kebutuhan atau kemanfaatan. Sementara kebutuhan sendiri timbul karena kesadaran akan tujuan atau manfaat yang akan dicapai . Dalam kontek belajar, seseorang bisa termotivasi jika memang belajar itu sudah menjadi kebutuhan. Atau manfaat dari kegiatan belajar itu bisa dirasakan. Masalahnya adalah, manfaat dari kegiatan belajar tidak serta merta dapat dirasakan saat mi. Umumnya, manfaat kegiatan belajar ban bisa dirasakan di masadepan.

Kedua; Faktor eksternal. Artinya, lemahnya motivasi belajar disebabkan karena faktor yang bersumber dari lingkungan luar individu. Dalam konteks belajar, lingkungan bisa suasana fisik di ruang kelas; misalanya kebersihan, pencahayaan, temperatur, atau suasana relasi yang terbangun selama berlangsung proses belajar mengajar. Relasi ini bisa antar sesama mahasiswa (partisipan) maupun antara mahasiswa dengan dosen. Relasi yang mampu meningkatkan motivasi adalah relasi yang didasari saling menghargai dan sating mendukung serta sating menguatkan. Relasi semacam inilah yang mampu membangun harmoni di dalam kelas.

Singkat kata, seorang dosen harus memahami bahwa mahasiswa adalah seorang individu atau ma¬nusia dengan segenap karakteristik kepribadian dan sosialnya yang dinamis. Dinamika itu sendiri bisa disebabkan oleh banyak faktor. Baik bersifat internal maupun eksternal.